Iran Dihajar Sanksi Terdahsyat AS Israel Senang
Iran Dihajar Sanksi Terdahsyat AS Israel Senang. Pada hari Senin (5/11/2018), putaran kedua sanksi Amerika Serikat
(AS) terhadap Iran resmi berlaku. Israel menyambut dengan senang hati
sanksi Washington yang sejauh ini jadi sanksi terdahsyat terhadap
Teheran.
Sektor energi, ekpedisi, pembangunan kapal dan keuangan Iran menjadi target sanksi.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menyambut paket baru sanksi anti-Teheran yang diperkenalkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Dia menggambarkan kebijakan Trump itu sebagai “pukulan kritis” terhadap posisi Republik Islam di Timur Tengah.
“Keputusan berani Presiden Trump adalah sea-change yang telah ditunggu-tunggu oleh Timur Tengah. Dalam satu langkah, Amerika Serikat sedang berurusan dengan pukulan kritis terhadap pertahanan Iran di Suriah, Lebanon, Gaza, Irak dan Yaman. Presiden Trump, Anda telah melakukannya lagi! Terima kasih,” tutur Lieberman.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyatakan terima kasih kepada Trump.
Sedangkan Noam Katz, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Jenderal dan Kepala Diplomasi Publik di Kementerian Luar Negeri Israel, meminta negara lain untuk mendukung sanksi Washington.
“Israel mendukung sanksi AS terhadap Iran, negara-negara lain harus mendukungnya juga untuk mencegah ancaman Iran,” ucap Katz kepada wartawan, seperti dikutip Sputnik.
Israel prihatin dengan apa yang mereka sebut sebagai kehadiran militer Iran yang meningkat di Suriah. Para pejabat tinggi Tel Aviv juga khawatir terhadap pengaruh Teheran yang semakin meningkat di wilayah tersebut.
Republik Islam (nama resmi Iran) telah berkali-kali menepis tuduhan Israel tersebut. Teheran mengklaim hanya mengirim penasihat militer untuk melatih pasukan loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad yang sedang berperang melawan kelompok-kelompok teroris di negara itu.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terhadap sektor minyak Iran pada tanggal 5 November, dengan tujuan lain untuk mengurangi ekspornya menjadi nol. Pada saat yang sama, pemerintah AS telah memutuskan untuk memberikan keringanan kepada delapan negara yang akan memungkinkan mereka untuk tetap mengimpor minyak Iran jika mereka secara signifikan memangkas pembeliannya.
Sanksi baru Washington kali ini menargetkan lebih dari 700 entitas dan individu Iran. Kebijakan Trump ini tak lepas keluarnya AS dari kesepakatan nuklir internasional yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015.
Sekadar diketahui, Iran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Prancis, Inggris, Jerman dan China) menandatangani kesepakatan JCPOA pada 2015. Saat itu AS dipimpin Presiden Barack Obama.
Dalam perjanjian JCPOA 2015, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Namun, sejak Trump menggantikan Obama kebijakan AS berubah drastis. Trump nekat menarik AS keluar dari JCPOA 2015 dan akan memberlakukan seluruh sanksi terhadap Iran yang telah dicabut.
Sektor energi, ekpedisi, pembangunan kapal dan keuangan Iran menjadi target sanksi.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menyambut paket baru sanksi anti-Teheran yang diperkenalkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Dia menggambarkan kebijakan Trump itu sebagai “pukulan kritis” terhadap posisi Republik Islam di Timur Tengah.
“Keputusan berani Presiden Trump adalah sea-change yang telah ditunggu-tunggu oleh Timur Tengah. Dalam satu langkah, Amerika Serikat sedang berurusan dengan pukulan kritis terhadap pertahanan Iran di Suriah, Lebanon, Gaza, Irak dan Yaman. Presiden Trump, Anda telah melakukannya lagi! Terima kasih,” tutur Lieberman.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyatakan terima kasih kepada Trump.
Sedangkan Noam Katz, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Jenderal dan Kepala Diplomasi Publik di Kementerian Luar Negeri Israel, meminta negara lain untuk mendukung sanksi Washington.
“Israel mendukung sanksi AS terhadap Iran, negara-negara lain harus mendukungnya juga untuk mencegah ancaman Iran,” ucap Katz kepada wartawan, seperti dikutip Sputnik.
Israel prihatin dengan apa yang mereka sebut sebagai kehadiran militer Iran yang meningkat di Suriah. Para pejabat tinggi Tel Aviv juga khawatir terhadap pengaruh Teheran yang semakin meningkat di wilayah tersebut.
Republik Islam (nama resmi Iran) telah berkali-kali menepis tuduhan Israel tersebut. Teheran mengklaim hanya mengirim penasihat militer untuk melatih pasukan loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad yang sedang berperang melawan kelompok-kelompok teroris di negara itu.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terhadap sektor minyak Iran pada tanggal 5 November, dengan tujuan lain untuk mengurangi ekspornya menjadi nol. Pada saat yang sama, pemerintah AS telah memutuskan untuk memberikan keringanan kepada delapan negara yang akan memungkinkan mereka untuk tetap mengimpor minyak Iran jika mereka secara signifikan memangkas pembeliannya.
Sanksi baru Washington kali ini menargetkan lebih dari 700 entitas dan individu Iran. Kebijakan Trump ini tak lepas keluarnya AS dari kesepakatan nuklir internasional yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015.
Sekadar diketahui, Iran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Prancis, Inggris, Jerman dan China) menandatangani kesepakatan JCPOA pada 2015. Saat itu AS dipimpin Presiden Barack Obama.
Dalam perjanjian JCPOA 2015, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Namun, sejak Trump menggantikan Obama kebijakan AS berubah drastis. Trump nekat menarik AS keluar dari JCPOA 2015 dan akan memberlakukan seluruh sanksi terhadap Iran yang telah dicabut.
Comments
Post a Comment